Keadaan Demokrasi dan Politik Pendidkan Islam di
Indonesia
Disusun oleh Rois Danur Anggoro*
Demokrasi
merupakan hal yang sangat penting dalam sejarah pemikiran manusia. Sistem ini
digadang-gadang sangat baik untuk sistem organisasi politik dan sosial.
Demokrasi juga sistem yang paling jitu untuk tatanan kepemimpinan sebuah
negara. Abad ke-20 sudah banyak negara-negara non Barat yang mengambil paham
ini sebagai sistem negaranya, salah satunya Negara Indonesia yang mengadopsi
pemahaman ini menjadi pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Demokrasi
dipercaya sebagai gagasan universal yang dapat diterima oleh beragam
perspektif, paham ini menghantui setiap tindakan dalam berbagai bentuk aspek,
baik sosial, politik, ekonomi, bahkan berimbas kepada aspek pendidikan.
Demokrasi merupakan paham yang diyakini pula dapat membebaskan sebuah negara
dari penjajahan, salah satunya penjajahan dalam dunia pendidikan yang selama
ini dirasa masih jauh tertinggal dari negara-negara lain.
Setelah
Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara, yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia melalui usulan Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia dibuatlah sebuah gagasan kurikulum yang disebut SR 1947 yang
terdiri dari 15 mata pelajaran. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan
pendidikan watak.
Kita
lihat bahwa sebelum tahun 70-an, pemerintah dalam usahanya telah banyak
melakukan tindakan-tindakan dalam memajukan pendidikan bangsa. Tahun 1950
Indonesia dalam draf undang-undang mewajibkan para penduduknya untuk mengeyam
pendidikan minimal 6 tahun dalam hidupnya sebagai landasan dasar dalam
bertingkah dan bersikap. Pendidikan semakin dijadikan prioritas ketika
Indonesia di pimpin oleh Suharto, karena hampir 40.000 sekolah dasar di dirikan
pada akhir tahun 1980-an.
Dalam Islam disebutkan bahwa manusia
lahir ke muka bumi telah membawa fitrah yang menjadikannya cenderung memiliki
keingingan untuk dihargai, bebas tanpa intervensi, berpendapat tanpa batasan,
dan memperoleh pendidikan untuk meraih kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Hal
tersebut direalisasikan dalam wujud demokrasi pendidikan di Indonesia,
terkhusus dalam dunia pendidikan Islam yang di naungi oleh Kementerian Agama.
Pelaksaan tersebut tidak akan
berjalan dengan baik tanpa ada unsur politik pendidikan Islam yang
mendukungnya, terdapat 5 unsur yang mendukungnya. Pertama, politik
pendidikan mengandung kebijakan pemerintahan negara yang berkenaan dengan
pendidikan. Kedua, politik pendidikan bukan sekedar peraturan tersurat,
melainkan juga peraturan tersirat. Ketiga, politik
pendidikan ditujukan untuk menyukseskan penyelenggaraan pendidikan. Keempat,
politik pendidikan merupakan sebuah sistem penyelenggaraan pendidikan suatu
negara. Kelima, Unsur politik sangatlah penting terhadap
terselenggaranya pendidikan, dan sebaliknya pendidikan juga sedemikian penting
bagi terciptanya sebuah perpolitikan negara yang baik.
Permasalahan yang kerap ditemukan di
Indonesia adalah ketika memasuki musim-musim pemilu, para politikus dalam waktu
kampanye kerap kali menjadikan instansi-instansi pendidikan sebagai lahan untuk
memperoleh suara. Terkadang hal semacam ini hanya memperlambat jalannya
kemajuan pendidikan sebuah negara, karena hal yang lebih menonjol hanyalah
kepentingan pribadi politikus diatas kepentingan bersama.
Maju tidaknya sebuah lembaga
pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi besar oleh pemerintahan negara yang
sedang berkuasa, jika tatanan pemerintahan dihuni oleh sebagaian besar parpol
yang berlatarbelakang Islam, tentu dalam pelaksanan pendidikan islam pemerintah
akan memeberikan sokongan dana yang lumayan besar, sebaliknya jika tatanan
pemerintahan dihuni oleh sebagian besar parpol yang berlatarbelakang non Islam
maka dalam pemberian dana cenderung lebih sedikit dan lamban untuk pelaksanaan
pendidikan Islam.
Contoh sederhana yang bisa
dianalisa, ketika pengadaan lomba setingkat nasional, yaitu Lomba Musabaqah
Tilawatil Quran tahun 2016 di Mataram, Lombok. Pemerintah dalam mendanai
terselenggaranya perlombaan tersebut cenderung pilih kasih, karena jumlah yang
diberikan terbilang lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Bahkan jika dibandingkan
dengan penyelenggaraan lomba akademik maupun non akademik (pendidikan umum)
tingkat nasional, pendanaan lomba ini terbilang jauh lebih banyak daripada
penyelenggaraan lomba pendidikan Islam.
Yang
menjadi pertanyaan besar adalah apakah fenomena tersebut sudah memenuhi unsur
demokrasi dalam pendidikan Indonesia? Apakah politik pendidikan Indonesia sudah
berjalan sebagaimana mestinya?. Bagaimana pendidikan Indonesia maju jikalau
para pembuat kebijakan dan penyelenggara pendidikan belum apik dalam
pelaksanaan. Hal demikian menjadi perhatian khusus sekaligus pekerjaan bangsa
yang begitu besar demi mewujudkan kemajuanan pendidikan Indonesia di masa
depan. Wabil khusus pendidikan Islam.
Untuk
menyikapi fenomena pendidikan di Indonesia, mari sejak dini kita tanamkan
tentang pentingnya nilai-nilai demokrasi dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara, terutama sesuatu yang berkaitan dengan dua hal yang sukar untuk
dipisahkan, yaitu dunia pendidikan dan dunia perpolitikan. Ketika nilai- nilai
demokrasi telah tertanam dengan baik, maka hak asasi setiap warga negara untuk
memperoleh pendidikan dapat diperhatikan dengan bijak oleh politik pendidikan
yang berperan aktif sebagai sistem dalam menyelenggarakan pendidikan sebuah
negara yang ditujukan untuk menyukseskan proses pendidikan.
Oleh
karenanya diharapkan pemerintah Indonesia lebih bijak dan bersikap adil di
dalam menaungi seluruh jenis pendidikan yang berada di Indonesia dengan lebih
mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pejabat, kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi, dan untuk memperbaiki proses pendidkan
yang telah hidup kembang di Indonesia, maka pemerintah dituntut keras untuk
selalu mengadakan evaluasi-evaluasi pendidkan.
0 komentar:
Posting Komentar